• Breaking News

    BACA BERITANYA TERBARU DISINI

    Senin, 17 Juli 2017

    Inilah Bukti Kekejaman Fir'aun Di Masa Lampau, Penemuan Tulang2 Anak-anak

     Dilansir dari tribunnews.com, Ibu kota Mesir tersebut muncul dan hilang dalam waktu 15 tahun selama masa pemerintahan firaun Akhenaten dan ratu Nefertiti. Dibangun di sepanjang tepi timur sungai Nil, Akhenaten mempersembahkan kota tersebut untuk dewa matahari ciptaannya, Aten. Namun, setelah Akhenaten meninggal pada tahun 1332 sebelum masehi, agama kuno Mesir dibangkitkan kembali oleh firaun Tutankhamun dan Amarna dilupakan begitu saja. Kini, sebuah penemuan baru mengungkapkan rahasia mengerikan di balik kota kuno tersebut. Diungkapkan oleh arkeolog Mary Shepperson melalui artikelnya di The Guardian 6 Juni 2017, bukti yang ditemukan menunjukkan Amarna dibangun menggunakan tenaga dan peluh anak-anak. Penemuan ini dimulai pada tahun 2015 ketika

    Shepperson bersama anggota tim arkeolog Amarna Project lainnya menggali sebuah kuburan sederhana di belakang kuburan para abdi dalem kerajaan Mesir pada bagian utara Amarna. Makam tersebut sangat sederhana dan tidak menyimpan harta benda sama sekali. Tubuh-tubuh yang dikubur juga hanya dibungkus tikar kasar. Akan tetapi, yang lebih mengejutkan adalah usia tulang-tulang tersebut ketika meninggal. “Hampir semua tulang yang kita gali belum dewasa sepenuhnya. Mereka masih anak-anak, remaja, atau dewasa muda. Namun, kita tidak menemukan balita atau orang dewasa,” tulis Shepperson. Para arkeolog kemudian menggambil tulang 105 individu dari tiga titik pengalian untuk dibawa ke laboratorium dan diperiksa oleh Dr Gretchen Dabbs dari Southern Illinois University. Ternyata, dugaan awal mereka benar. Makam tersebut digunakan untuk mengubur anak-anak. Shepperson menuturkan, lebih dari 90 persen tulang-tulang tersebut berusia tujuh hingga 25 tahun. Mayoritas bahkan lebih muda dari 15 tahun. Hal ini tentunya menjadi sesuatu yang aneh.

    Usia tujuh hingga 25 tahun merupakan usia yang paling tangguh untuk populasi manusia, bahkan pada era Mesir kuno sekali pun. Namun, tulang-tulang dari 105 individu tersebut berkata lain. Luka parah menjadi sesuatu yang umum dan 10 persen dari mereka juga sudah mengalami oesteoarthritis di usia muda. Sebanyak 16 persen dari tulang belakang individu yang masih remaja juga ditemukan patah. Melihat kondisi ini, para arkeolog menkonklusikan mereka adalah budak anak-anak dan remaja yang dipaksa melakukan pekerjaan berat sejak usia tujuh tahun. “Tidak adanya tulang dewasa yang ditemukan mengusulkan dua kemungkinan. Bisa jadi para pekerja dilepas atau dipindah ketika mereka mencapai usia dewasa, atau kondisi pekerjaan dan kehidupan yang berat membuat para pekerja tidak bisa hidup melewati usia 25 tahun. Ya, tampaknya sulit bagi mereka untuk mencapai usia 15 tahun,” tulis Shepperson. Kondisi penguburan yang begitu sederhana juga menjadi petunjuk penting bagi arkeolog.

    Untuk masyarakat Mesir kuno, keluarga dan kematian merupakan bagian dari tradisi yang sangat penting. Namun, melihat tubuh anak-anak yang dikubur bertumpuk-tumpuk tanpa perlengkapan apa pun, para peneliti menduga mereka hidup dan mati jauh dari keluarga. Shepperson menulis satu kemungkinannya adalah anak-anak ini merupakan penduduk Mesir yang diambil dari keluarganya sebagai kontribusi untuk membangun kota yang baru. Dipaksa dan tidak dibayar, sistem perbudakan ini memang umum digunakan oleh pemerintahan Mesir kuno untuk membangun proyek penting. Jika tidak, anak-anak ini merupakan keturunan budak yang tidak dihargai. Akan tetapi, berdasarkan cara penguburan yang kasar dan tanpa persiapan, penjelasan yang lebih memungkinkan adalah anak-anak ini merupakan hasil penangkapan dari luar Mesir yang dibawa ke Amarna sebagai budak.

     “Hal ini sangat mungkin dan menjelaskan kurangnya kontak keluarga dan cara perlakuan yang tidak menghargai terhadap anak-anak ini,” tulis Shepperson. Sayangnya, para arkeolog masih belum bisa menkonklusikan secara pasti identitas anak-anak tersebut. Walau pun mereka cukup yakin kota Amarna dibangun menggunakan tenaga anak-anak, tetapi penelitian DNA lebih lanjut tetap dibutuhkan untuk mengungkap wilayah geografi asal mereka.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Popular